Masalah babi dan apa saja yang berasal dari babi bila diproses secara kimia maka aku katakan apabila barang najis yang telah diproses secara kimia maka ianya telah berubah. Dan sesuatu yang najis apabila telah berubah maka menjadi suci. Para ahli fikih mengatakan : “Sesuatu yang telah berubah sebagai contoh kulit apabila dibakar dengan api dan berubah menjadi debu menjadi sangat suci.” Khamr yang aslinya adalah anggur tatkala berubah menjadi cuka menjadi suci dan hukumnya sama dengan cuka lainnya. Ulama mengatakan : “Kalau ada seekor anjing jatuh di tambang garam dan melebur dengan garam, dia tidak lagi dihukumi anjing.”
Menurutku, terdapat persamaan dalam hal ini. Mereka mengatakan gelatin berasal dari tulang akan tetapi diproses secara kimia hingga hilang asalnya. Begitu pula dengan ubat gigi dan sabun. Barang-barang ini telah melalui proses kimia secara benar (sehat) dan boleh jadi asalnya dari tulang babi dan lainnya. Dan ini tidak membahayakan. (Harian Asy Syarq Ash Shadiran, 9 Muharram 1418 H/15 Mei 1997 M)
Saudara pembaca yang budiman, untuk menjelaskan kebatilan perkataan Qaradhawi ini, penulis memiliki beberapa bantahan :
Pertama, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengharamkan daging dan lemak babi bagi orang Islam dengan firman-Nya :
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang (yang ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah.” (QS. Al Baqarah : 173)
Ketika menjelaskan makna wa lahmul khinziir (dan daging babi) dalam surat Al Ma’idah ayat 3, Imam Al Qurthubi rahimahullah mengatakan : “Allah mengkhususkan daging dari babi untuk menunjukkan diharamkannya zat babi itu, baik disembelih atau tidak dan ini mencakup lemaknya.” Beliau juga mengatakan : “Umat telah bersepakat atas diharamkannya lemak babi.” (Ahkaamul Qur’aan II:222)
Sedangkan Al Hafizh Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini : “Dan firman
Allah wa lahmul khinziir yaitu baik yang jinak (piaraan) maupun yang liar dan daging mencakup semua bagiannya termasuk lemaknya.”
Kedua, apabila diketahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengharamkan babi, lemak, dan minyaknya maka wajib bagi setiap Muslim untuk menerima syariat-Nya dengan menjauhi babi, lemak, dan minyaknya. Dan hendaknya tidak menempuh cara-cara Ahli Kitab dalam berdalih untuk menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah. Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala mengharamkan lemak (gajih) kepada mereka maka mereka menggunakan berbagai dalih dan cara untuk mengotak-atik syariat Allah. Mereka mencairkan lemak babi lalu menjualnya dan memakan uang hasil penjualannya.
Hadis dari Umar radliyallahu ‘anhu, Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Allah melaknat orang Yahudi dan mengharamkan lemak bagi mereka maka mereka mencairkannya lalu menjualnya.” (Muttafaq Alaih)
Dan dari Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Allah telah melaknat Yahudi tiga kali. Sesungguhnya Allah mengharamkan lemak babi atas mereka maka mereka menjualnya dan memakan hasil penjualannya. Dan sesungguhnya Allah tidak akan mengharamkan kepada suatu kaum untuk memakan sesuatu kecuali pastilah Dia mengharamkan penjualannya.”
Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam telah memperingatkan kita agar menghindari dari cara-cara yang ditempuh Yahudi. Baginda bersabda :
“Jangan engkau berbuat seperti perbuatan orang Yahudi, mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah dengan tipuan yang paling hina (Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Bathah dalam Tafsiir Ibnu Katsir pada firman Allah Subhanahu wa Ta’ala : “Dan tanyakanlah kepada Bani lsrail tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka.” Ia berkata : “Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad bin
Muslim, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ash Shibah Az Za’farani, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda … .”
Hadis ini dihasankan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmuu’ Fataawaa juz 29 halaman 29 ketika berbicara tentang larangan al hiyal (membuat muslihat). Beliau berkata : “Ibnu Bathah telah meriwayatkan dengan sanad yang hasan dari Abu Hurairah.” Lalu beliau membacakan ayat tersebut. Ibnu Katsir berkata setelah menyebut sanad hadis tersebut : “Sanad ini baik karena Ahmad bin Muhammad bin Muslim ini disebutkan oleh Al Khathib dalam Tarikh-nya dan ditsiqahkan oleh para perawi lainnya yang sudah masyhur ketsiqahannya dan Tirmidzi sering menshahihkan sanad seperti ini.”) .”
Ketiga, Qaradhawi memusatkan fatwanya yang sesat pada proses kimia untuk membolehkan hasil produk yang tercampur dengan daging, minyak, atau tulang babi. Dalam hal ini telah terjadi perbedaan diantara para imam dan ahli fikih. Diantara mereka ada yang berpendapat bahwa hal tersebut tetap haram tidak menjadikan suci dan halal. Namun ada pula yang menyatakan suci dan halal setelah berproses menjadi zat lain. Itu pun dengan syarat apabila berubah secara alamiah (dari Allah) tetapi jika diproses oleh manusia dan berubah menjadi zat yang lain maka mereka tidak membolehkannya. Hal ini berdasarkan atas larangan Nabi kepada para shahabatnya untuk merubah khamr menjadi cuka sebagaimana tersebut dalam hadis Anas yang akan kami sebutkan mendatang.
Keempat, anggaplah apa yang dikatakannya benar –padahal hal tersebut tidak boleh sebagaimana telah disebutkan– iaitu bahawa najis yang telah berubah menjadi zat lain karena proses yang dilakukan oleh manusia adalah halal, kita tidak mengetahui apakah daging, tulang, dan lemak babi dalam produksi itu digunakan sebelum diproses atau sesudah diproses?
Dan saya menganggap mustahil yang digunakan itu adalah zat babi yang telah diproses dengan alasan sebagai berikut :
i. Ketidaktahuan kita akan proses tersebut dari orang yang tsiqah (terpercaya).
ii. Orang-orang Kristian di Barat selalu memasang label halal untuk makanan yang bebas babi dan label haram untuk makanan yang mengandung babi. Hal ini menunjukkan bahwa mereka memang menggunakan daging, tulang, dan lemak babi dalam produk tanpa dirubah terlebih dahulu.
iii. Mereka (orang Kristian) mempergunakan daging, tulang, dan lemak babi dalam beberapa produksi untuk tujuan tertentu, seperti penyedap rasa dan memperhalus/memperlembut beberapa produk pembersih dan ubat gigi dan tujuan yang dikenal di kalangan mereka.
Dan sudah dimaklumi bahwa daging, lemak, dan tulang babi apabila diproses sudah pasti berubah menjadi zat lain. Kalau tidak, bukan proses perubahan namanya dan tidak ada manfaatnya.
Kelima, berbagai dalih yang disebutkan oleh Qaradhawi dalam membolehkan dan menggunakan tulang babi, lemak, dan minyaknya untuk sebuah produk adalah rekayasa syaithaniyah untuk menghalalkan apa yang telah diharamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengharamkan khamr maka ada sahabat yang berusaha untuk memprosesnya dan merubahnya menjadi cuka serupa dengan proses kimia seperti yang diperkatakan oleh Qaradhawi. Maka Rasulullah tetap tidak memperbolehkannya. Dalam hadis riwayat Muslim dari Anas radliyallahu ‘anhu disebutkan bahwa Rasulullah ditanya tentang khamr apakah boleh digunakan menjadi cuka, baginda menjawab : “Tidak!”
Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam juga melarang memproses dan merubah khamr menjadi cuka meskipun khamr tersebut adalah harta warisan anak yatim yang sedang dibutuhkan. Dalam hadis Anas bin Malik diriwayatkan bahawa Abu Thalhah bertanya kepada Nabi tentang anak yatim yang mewarisi khamr. Baginda bersabda : “Tumpahkanlah!” Ia menjawab : “Apakah aku tidak boleh menjadikannya cuka?” Baginda menjawab : “Tidak!” (HR. Abu Daud)
Pembaca yang budiman, perhatikanlah larangan Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam untuk merubah khamr menjadi cuka dan membuang kemaslahatan
Khamr tersebut bagi anak-anak yatim. Hal ini menunjukkan larangan menghalalkan apa-apa yang telah diharamkan oleh Allah. Bahkan Nabi melarang para shahabat yang ingin meminyaki kulit dan mengecat kapal dengan lemak bangkai. Hal ini disebutkan dalam hadis Jabir radliyallahu ‘anhu bahawa dia mendengar Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda pada tahun Al Fath (Fathu Makkah) ketika itu dia berada di Makkah :
“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah melarang menjual khamr dan bangkai, babi, serta patung-patung.” Seorang shahabat bertanya : “Wahai Rasulullah, apa pendapatmu tentang lemak-lemak bangkai yang digunakan untuk mengecat kapal, meminyaki kulit, dan minyak lampu?” Rasulullah menjawab : “Tidak boleh, itu haram!” Kemudian Baginda bersabda : “Semoga Allah memerangi Yahudi. Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas mereka lemak-lemak (bangkai) lalu mereka mencairkan dan menjualnya lalu memakan uang hasil penjualan tersebut.” (HR. Jamaah)
Kalaulah dibolehkan untuk menghalalkan sesuatu yang haram dengan suatu cara pastilah Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memberitahukannya kepada para shahabat supaya mereka tidak menyia-nyiakan suatu maslahat atas diri mereka karena mereka membutuhkannya. Bukankah Rasulullah lebih mengasihi umat daripada Qaradhawi sang Faqihul Islam (seperti dugaan mereka)?!
Keenam, tidak ada seorang ulama pun, baik yang dahulu atau sekarang yang fatwanya sesuai dengan pendapat Qaradhawi. Fatwa ulama terdahulu telah penulis nukil sebagiannya. Sedangkan ulama zaman sekarang maka inilah sebagian perkataan mereka :
Nota : Soalan ini telah dikemukakan kepada Lajnah Ad Daimah yang diketuai oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah dan dianggotai Syaikh Abdullah bin Qu’ud dan Syaikh Abdurrazzaq ‘Afifi.
Pertanyaan : “Bolehkah mempergunakan parfum, deodorant, ubat gigi, ais krim, dan shampo yang mengandung alkohol atau sabun yang mengandung minyak babi? Apakah khamr itu najis sebagaimana air dan daging serta roti yang tercampur minyak atau darah babi walaupun kadarnya rendah sekali? Kami mohon diberi fatwa kerana kami ditugaskan belajar di Amerika dan seorang pelajar Amerika Muslim telah memperingatkan kami.”
Jawaban : “Pada asalnya segala sesuatu adalah halal dan suci. Maka tidak seseorang pun yang berhak menghukumi sesuatu itu haram dan najis kecuali dengan dalil syar’i. Boleh saja engkau yakin atau punya dugaan kuat bahawa daging dan roti yang halal bercampur dengan minyak ataupun darah babi maka engkau tidak boleh menggunakannya. Al Qur’an dan As Sunnah serta ijma’ telah menunjukkan atas diharamkannya daging babi. Dan para ulama telah berijma’ bahawa hukum lemak babi sama dengan hukum dagingnya. Adapun bila engkau tidak mengetahuinya maka engkau boleh memakan sebagaimana telah disebutkan terdahulu bahwa hukum asal dari segala sesuatu adalah halal hingga terdapat dalil yang mengharamkannya.” (Fataawaa Islaamiyyah III:44)
Saudara pembaca yang budiman, telah jelaslah bagi kita dalil-dalil dan fatwa ulama tentang haramnya babi, daging, darah, dan lemaknya. Kita tidak boleh menghalalkan apa yang telah Allah haramkan dengan tipuan karena upaya menghalalkan apa yang telah diharamkan Allah dengan cara tersebut adalah salah satu perbuatan Yahudi yang dilaknat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
Setiap Muslim diwajibkan untuk berhati-hati terhadap menghalalkan sesuatu yang diharamkan Allah dengan berbagai makar dan tipu daya. Dan hendaknya dicamkan bahwa dia tidak akan selamat dari Allah atas segala makarnya, baik perkataan ataupun perbuatan. Ingatlah, Allah memiliki suatu hari di mana akan direndahkan orang-orang besar. Pada hari itu akan dibuka segala rahasia, akan diungkap segala isi hati, yang batil akan terlihat, yang rahsia menjadi terang, yang tertutup akan terbuka, yang tidak diketahui akan terlihat, segala isi hati akan dibongkar sebagaimana dibangkitkan dan dikeluarkannya segala isi kubur. Di sana berlaku hukum Allah berdasarkan tujuan dan niat sebagaimana telah berlaku hukum-Nya di dunia berdasarkan sisi zahir perkataan dan gerakan. Pada hari itu wajah-wajah akan menjadi cerah karena hati-hati mereka yang dipenuhi nasihat dari Allah, Rasul, dan Kitab-Nya dan dihiasi dengan kebajikan, kejujuran, dan keikhlasan kepada Dzat Yang Maha Besar dan Agung. Dan akan menghitam wajah orang-orang yang hatinya penuh dengan tipu daya, dusta, kecurangan, makar, dan rekayasa. Di sana para pendusta akan mengetahui bahwa mereka telah mendustai dirinya sendiri dan mempermainkan agamanya. Mereka tidak membuat makar kecuali hanya kepada dirinya sendiri dan mereka tidak sedar.” (I’laamul Muwaqqi’iin III:214-215)
Maka wajib bagi setiap Muslim untuk berhati-hati dan mewaspadai fatwa sesat dan menyesatkan yang jauh dari dalil Al Qur’an, As Sunnah, dan manhaj Salaf radliyallahu ‘anhum.
Akhirnya saya menyimpulkan bahwa tidak ada yang tersisa bagi Qaradhawi kecuali menghalalkan bagi Muslimin daging anjing, keldai peliharaan, kera, kucing, gagak, rajawali, dan seluruh makanan yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya. Berbagai upaya dan makar telah ditempuhnya untuk menghalalkan daging, lemak, dan minyak babi. Sedangkan dalil-dalil yang mengharamkan makanan tersebut ditepisnya dengan cara yang batil!!!
Sumber www.penaminang.com
0 Response to "Kesilapan Yusuf Al-Qaradawi dalam Menghalalkan Produk yang Mengandungi Daging, Lemak dan Tulang Babi yang Sudah Diproses Secara kimia"
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.